Diagram HERTZSPRUNG-RUSSELL dan Luminositas Bintang
DIAGRAM
HERTZSPRUNG-RUSSELL DAN LUMINOSITAS BINTANG
A.
Diagram Hertzsprung-Russell
Pada
awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan dalam klasifikasi Harvard sehingga bintang kelas O di satu
ujung klasifikasi lebih terang secara intrinsik daripada bintang kelas lainnya
hingga kelas M di ujung lainnya. Keteraturan ini mengarahkan astronom pada
sebuah teori evolusi bintang (yang kini sudah tidak diakui lagi) yang
menyatakan bahwa bintang memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang
dan panas dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin. Jika memang teori
ini benar, maka pastilah ada keteraturan dalam hubungan antara
luminositas/magnitudo mutlak dengan kelas spektrumnya.
Ejnar
Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang kelas spektrum dan magnitudo
mutlaknya sudah diketahui dengan pasti, dan meng-konfirmasi hasilnya pada 1905.
Hertzsprung menyajikan hasilnya hanya dalam bentuk tabel. Pada 1913, Henry
Norris Russel, secara terpisah tiba pada kesimpulan yang sama dan menyajikan
hasilnya dalam bentuk diagram. Lebih dari 200 bintang diplot dalam “diagram
Russell”, dan hasilnya kebanyakan bintang berada dalam sebuah pita yang
terentang dari kiri atas ke kanan bawah diagram.
Astronom
Denmark yang lain, Bengt
Strömgren, kemudian
menyarankan agar diagram tersebut dinamai berdasarkan dua nama penemunya di
atas. Hingga kini nama Hertzsprung dan Russell selalu tergabung dalam
penyebutannya.
Bentuk
Diagram
Dalam astronomi, bintang dikelompokkan berdasarkan
spektrumnya. Pengelompokan berdasarkan spektrum ini dilakukan karena spektrum
bintang memberikan informasi yang sangat banyak, mulai dari temperatur sampai unsur-unsur
yang terdapat dalam bintang.
Berdasarkan rumus
E
= hf = hc/A
Dimana
E = energi,
h = konstanta Planck,
f = frekuensi,
c = kecepatan cahaya dan A = panjang
gelombang,
maka
gelombang berenergi besar memiliki frekuensi yang besar, dan sebaliknya panjang
gelombangnya kecil. Informasi semacam ini yang diturunkan dengan berbagai
pendekatan fisika, sehingga dalam penerapannya di Astronomi, spektrum bintang
itu sangat penting.
Pengelompokan
bintang dengan kelas spektral seperti klasifikasi Morgan – Keenan (klasifikasi
seperti ini tidak ada hubungannya dengan ukuran bintang. Jadi bintang kelas O
belum tentu ukurannya sangat besar)
Dengan melakukan observasi spektroskopi yaitu pengamatan bintang khusus pada spektrumnya didapatkan panjang gelombang cahaya yang dipancarkan bintang. Dengan rumus yang tadi, bisa diketahui berapa energinya. Dengan menerapkan hukum Termodinamika bisa diketahui kaitan antara energi dengan temperatur. Klasifikasi MK ini diterapkan dalam diagram yang disebut Diagram Hertzprung-Russel.
Untuk mendapatkan diagram HR ini, biasanya dilakukan 2 jenis
observasi, yaitu Spektroskopi dan Fotometri. Spektroskopi seperti yang sudah
saya jelaskan pada tulisan sebelumnya, sedang Fotometri adalah pengamatan
dengan berpatokan pada magnitudo (kecerlangan) bintang.
Berdasarkan pengamatan spektroskopi didapatkan kelas
spektrum, dan dari pengamatan fotometri didapatkan kelas luminositas. Lalu,
dengan mencocokkan posisi bintang dalam diagram terhadap kelas spektrum dan
kelas luminositasnya tersebut, dikaji lebih lanjut tentang radius dan umur
bintang.
Diagram Hertzsprung-Russell mempunyai beberapa bentuk dan
tata namanya tidaklah terdefinisi secara ketat. Diagram aslinya mencantumkan kelas spektrum dari bintang pada sumbu horisontal dan magnitudo mutlak pada sumbu vertikal. Kuantitas pertama (kelas spektrum)
sangat sulit untuk dinyatakan karena nilainya bukanlah kuantitas angka dan di
versi diagram modern sering diganti dengan indeks warna B-V dari sebuah
bintang. Diagram seperti ini kadang disebut diagram warna-magnitudo.
Dalam pengamatan gugus bintang dimana bintang-bintangnya memiliki jarak yang hampir sama,
diagram warna-magnitudonya sering dipakai dengan sumbu vertikalnya menunjukkan
magnitudo bintang yang tampak
Diagram
bentuk lainnya menggunakan suhu permukaan efektif dari sebuah bintang pada satu
sumbunya dan luminositas dari bintang itu pada sumbu
lainnya. Bentuk inilah yang dipakai astronom teoretis dalam menghitung model
komputer yang menggambarkan evolusi sebuah bintang. Diagram tipe ini mungkin
lebih tepat disebut diagram temperatur-luminositas, tetapi istilah ini hampir
tidak pernah dipakai, dan nama "Diagram Hertzsprung-Russell" lah yang
digunakan. Salah satu keanehan dari diagram H-R bentuk ini adalah suhu mulai
ditulis dari nilai tinggi ke nilai rendah (kiri ke kanan pada sumbu
horizontal), yang dimaksudkan untuk membantu kemudahan perbandingan dengan
diagram H-R normal yang dipakai dari pengamatan.
Meskipun
kedua tipe diagram ini mirip, para astronom membuat perbedaan yang tajam di antara
keduanya. Hal ini karena sulitnya mengubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang
lainnya, dan semuanya tergantung dari model atmosfer-bintang yang digunakan dan
parameter-parameternya (seperti komposisi dan tekanan, selain dari suhu dan
luminositas). Juga, seseorang perlu mengetahui jarak dari obyek yang diamati
dan derajat serapan materi antar bintangnya.
Diagram Hertzsprung-Russell hasil plot dari 22000 bintang
yang datanya berasal dari katalog
Hipparcos dan 1000
dari katalog
Gliese.
Tampak
bahwa bintang-bintang cenderung berkelompok di bagian tertentu diagram. Yang
paling dominan adalah kelompok yang membentuk diagonal diagram dari kiri atas
(panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin dan kurang cemerlang) yang
disebut deret utama. Matahari terletak di deret utama dengan luminositas 1 (magnitudo sekitar 5), dan temperatur
permukaan sekitar 5400K (kelas spektrum G2). Berdasar konsensus, sumbu x dari
kiri ke kanan menyatakan suhu tinggi ke suhu rendah (tetapi 'warna' dari kecil
ke besar).
Diagram
H-R digunakan untuk menunjukkan jenis-jenis bintang yang berbeda dan juga untuk
mencocokkan prediksi model teoritis evolusi bintang dengan pengamatan. Pengelompokan bintang pada jalur yang
berbeda (lihat gambar) menunjukkan adanya perbedaan tahap evolusi bintang.
Kebanyakan
bintang mendiami suatu jalur dari kiri atas ke kanan bawah yang disebut sebagai
deret utama. Ini dapat diinterpretasikan bahwa bagi kebanyakan bintang,
makin tinggi suhu permukaannya makin terang cahayanya. Bintang pada kelompok ini adalah
bintang yang sedang melangsungkan pembakaran hidrogen di intinya. Hampir 90% usia bintang dihabiskan pada tahap
deret utama ini yang menjadi penyebab tingginya populasi. Bintang deret utama disebut juga sebagai bintang katai.
Kelompok
yang tampak terlihat jelas berikutnya adalah kelompok yang disebut sebagai
cabang raksasa, tempat bagi bintang-bintang yang sedang melangsungkan pembakaran
hidrogen di kulit yang mengelilingi inti helium yang belum terbakar. Ciri
lainnya yang dapat dilihat dengan jelas adalah adanya gap antara deret
utama dan cabang raksasa. Gap ini disebut sebagai gap
Hertzsprung
dan menunjukkan evolusi yang berlangsung cepat pada saat pembakaran hidrogen di
kulit yang mengelilingi inti dimulai.
B. LUMINOSITAS DAN KECERLANGAN BINTANG
Radiasi
Tenaga yang
dihasilkan oleh bintang, sebagai hasil samping dari reaksi fusi nuklear, dipancarkan
ke luar angkasa
sebagai radiasi elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi
partikel yang dipancarkan bintang dimanifestasikan sebagai angin bintang
(yang berwujud sebagai pancaran tetap partikel-partikel bermuatan listrik
seperti proton
bebas, partikel alpha dan partikel beta
yang berasal dari bagian terluar bintang) dan pancaran tetap neutrino
yang berasal dari inti bintang.
Hampir semua informasi
yang kita miliki mengenai bintang yang lebih jauh dari Matahari
diturunkan dari pengamatan radiasi elektromagnetiknya, yang terentang dari panjang
gelombang radio
hingga sinar gamma.
Namun tidak semua rentang panjang gelombang tersebut dapat diterima oleh teleskop
landas Bumi.
Hanya gelombang
radio dan gelombang cahaya
yang dapat diteruskan oleh atmosfer Bumi dan menciptakan ‘jendela radio’ dan ‘jendela optik’.
Teleskop-teleskop luar angkasa telah diluncurkan untuk mengamati
bintang-bintang pada panjang gelombang lain.
Banyaknya radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh bintang dipengaruhi terutama oleh luas permukaan, suhu dan komposisi kimia dari bagian luar (fotosfer)
bintang tersebut. Pada akhirnya kita dapat menduga kondisi di bagian dalam
bintang, karena apa yang terjadi di permukaan pastilah sangat dipengaruhi oleh
bagian yang lebih dalam. Dengan menelaah spektrum
bintang, astronom dapat menentukan temperatur permukaan, gravitasi permukaan, metalisitas,
dan kecepatan
rotasi
dari sebuah bintang. Jika jarak bisa ditentukan, misal dengan metode paralaks,
maka luminositas bintang dapat diturunkan. Massa, radius,
gravitasi permukaan, dan periode rotasi kemudian dapat diperkirakan dari
pemodelan. Massa bintang dapat juga diukur secara langsung untuk
bintang-bintang yang berada dalam sistem bintang ganda
atau melalui metode mikrolensing. Pada
akhirnya astronom dapat memperkirakan umur sebuah bintang dari
parameter-parameter di atas.
Cepheid
adalah bintang variable dengan luminositas dan kecerlangan tinggi dan berdenyut
dalam arah radial secara teratur. Luminositas Cepheid sangat tinggi sehingga
dapat diamati pada galaksi-galaksi yang
jauh dan variabilitasnya sangat tinggi sehingga ia mudah dikenali.
Matahari adalah bintang yang
terdekat dari Bumi dan yang paling sering diteliti. Walau tidak sampai tingkat bintang variabel, Matahari mengalami sedikit perubahan cahaya melalui
aktivitas yang dikenal sebagai siklus
bintik Matahari-fluktuasi
pada angka bintik-bintik
Matahari selama
sebelas tahun. Bintik Matahari ialah daerah dengan suhu yang lebih rendah dan
aktivitas magnetis yang hebat.
Luminositas Matahari terus bertambah kuat secara tetap sepanjang
hidupnya, dan sejak pertama kali menjadi bintang deret utama sudah bertambah
sebanyak 40%. Matahari juga telah tercatat melakukan perubahan periodik dalam
luminositas, sesuatu yang bisa menyebabkan akibat-akibat yang signifikan atas
kehidupan di atas Bumi. Misalnya periode minimum
Maunder, yang
sampai menyebabkan fenomena zaman es kecil pada Abad Pertengahan.
Ciri-ciri yang akan dimiliki oleh
suatu bintang secara garis besar ditentukan oleh massa awalnya: semakin besar
massanya, maka semakin tinggi pula luminositasnya, dan semakin cepat pula ia
akan menghabiskan bahan bakar hidrogen pada inti. Lambat laun, bahan bakar
hidrogen ini akan diubah menjadi helium, dan bintang yang bersangkutan akan
mulai berevolusi. Untuk melakukan fusi helium, diperlukan suhu inti yang lebih
tinggi, oleh sebab itu intinya akan semakin padat dan ukuran bintang pun
berlipat ganda — bintang ini telah menjadi sebuah raksasa
merah.
Fluks pancaran
Kuantitas yang pertama kali langsung dapat
ditentukan dari pengamatan sebuah bintang adalah fluks pancarannya, yaitu
jumlah cahaya
atau tenaga
yang diterima permukaan kolektor (mata atau teleskop) per satuan luas per satuan waktu. Biasanya dinyatakan
dalam satuan watt
per cm2 (satuan internasional) atau erg per detik per cm2 (satuan cgs).
Luminositas
Di dalam astronomi, luminositas
adalah jumlah cahaya
atau energi yang dipancarkan oleh sebuah bintang ke segala arah per satuan
waktu. Biasanya satuan luminositas dinyatakan dalam watt (satuan internasional), erg per detik (satuan
cgs) atau luminositas Matahari. Dengan menganggap bahwa bintang adalah sebuah benda hitam
sempurna, maka luminositasnya adalah,
dimana
L adalah luminositas, σ adalah tetapan Stefan-Boltzmann, R adalah jari-jari bintang dan Te adalah temperatur
efektif bintang.
Jika
jarak bintang dapat diketahui, misalnya dengan menggunakan metode paralaks, luminositas
sebuah bintang dapat ditentukan melalui hubungan
dengan
E adalah fluks pancaran, L adalah luminositas dan d adalah
jarak bintang ke pengamat.
Kecerlangan Bintang
Para
Astronom sering menyatakan kecerahan bintang dalam satuan magnitudo. Kecerahan
bintang yang kita amati, baik menggunakan mata bugil maupun teleskop,
dinyatakan oleh magnitudo tampak (m) atau magnitudo
semu. Hipparcus membagi bintang menurut terangnya (pada abad 2 SM) dalam 6
kelompok. Bintang yang paling terang
digolongkan dalam magnitudo ke satu, dan seterusnya sampai yang paling redup
bahkan hampir tak terlihat mata digolongkan magnitude eenam. Terdapat juga
kecerahan yang diukur secara mutlak, yang menyatakan kecerahan bintang
sebenarnya. Kecerahan ini dikenal sebagai magnitudo mutlak (M), dan terentang antara +26.0 sampai -26.5.
Satuan pengukuran
Kebanyakan
parameter-parameter bintang dinyatakan dalam satuan SI, tetapi satuan cgs kadang-kadang digunakan (misalnya luminositas dinyatakan
dalam satuan erg per detik). Penggunaan satuan cgs
lebih bersifat tradisi daripada sebuah konvensi. Seringkali pula massa,
luminositas dan jari-jari bintang dinyatakan dalam satuan Matahari, mengingat
Matahari adalah bintang yang paling banyak dipelajari dan diketahui
parameter-parameter fisisnya. Untuk Matahari, parameter-parameter berikut
diketahui:
massa matahari: 1.9891 x 1030 kg
|
|
luminositas
Matahari: 3.827
1026 watt
|
|
radius
Matahari: 6.960
x 108 m
|
Skala
panjang seperti setengah
sumbu besar
dari sebuah orbit sistem bintang ganda seringkali dinyatakan dalam satuan astronomi (AU = astronomical unit), yaitu jarak rata-rata
antara Bumi dan Matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Bayong, Tj. HK.,
2009. Ilmu Bumi dan Antariksa. Bandung : Rosda Karya.
Carroll,
Bradley W. (1996). Introduction to Modern Astrophysics. Reading:
Addison-Wesley Publishing Company, Inc.. ISBN
0-201-54730-9.
Laksmana,Tri. Bintang Variabel Cepheid Sebagai
Indikator Utama Dalam Tangga Jarak Kosmik Dan Perannya Dalam Penentuan
Konstanta Hubble (Makalah AS-4110 Gravitasi &Kosmologi II). Bandung: ITB
Yosaphat Sumardi,dkk. 2003. Ilmu
Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Yogyakarta: Universitas Terbuka
Komentar